Bantul.-Ibu ibu umat Hindu yang tergabung dalam WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia) DIY, melaksanakan Tirta yatra ke semarang. (Minggu, 21 juli 2024).
Sebelum berangkat Tirta yatra diadakan persembahyangan matur piuning di pura Jagadnata Banguntapan, Bantul dan pura Bhakti Widhi di Ngawen Gunungkidul dan Pura Widya Dharma Dero, Sleman. Ibu ibu WHDI sebanyak 150 orang dan didampingi bapak PHDI DIY, Bapak Drs. I Nyoman Warta, M.Hum dan Jro Gde Triman melaksanakan Tirta yatra ke candi kleo di Boyolali dan Pura Amerta Sari, Semarang. Dalam Tirta yatra ini mengangkat tema, “Peran perempuan dalam keberlanjutan mengisi kemerdekaan RI”.
Dalam kunjungannya di pura Amerta Sari Rombongan WHDI DIY disambut dengan ramah oleh ketua PHDI Semarang dan pengempon Pura Amerta Sari dan dilanjutkan dengan Simakrama dengan umat Hindu di Semarang dengan diadakan pembinaan oleh PHDI Yogyakarta, Bapak Drs. I Nyoman Warta, M.Hum.
Tirtayatra berasal dari bahasa Sansekerta, Tirta dan Yatra. Tirta artinya pemandian, sungai, kesucian, air, toya atau air suci, sungai yang suci. Secara kenyataan pengertian tirta mengarah ke wujud air. Sedangkan Yatra berarti perjalanan suci. Jadi Tirtayatra adalah perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci.
Tirtayatra dalam bahasa sehari-hari di Bali dipahami dengan tangkil atau sembahyang ke pura-pura. Tirtayatra tertulis dalam Kitab Sarasamuscaya 279 yaitu keutamaan tirtayatra itu amat suci, lebih utama dari pensucian dengan yadnya, tirtayatra dapat dilakukan oleh orang miskin. Artinya tirtayatra tidak memandang orang dalam status apapun baik kaya atau miskin asal didasarkan melalui pelaksanaan bhakti yang tulus ikhlas, tekun, sungguh-sungguh dan nilai kesucian atau kualitas kesucian tirtayatra lebih utama daripada membuat upacara banten, walaupun upacara itu tingkatannya utama. Pada pukul 16.00 rombongan WHDI kembali ke Yogyakarta. (widi-red.)