Catur Paramita

Siraman Rohani Penyejuk Jiwa Hindu

Penyuluh Agama Hindu Ahli Madya @badanpenyiaranhindu DIY
Oleh; Drs. Dewa Putu Gede Raka,M.Pd.H


Om Swastyastu; Om Awighnamastu Namosiddham; Om A No Bhaderah Kratawoyantu Wiswatah;
Bapak- ibu umat sedharma yang berbahagia, selamat berjumpa kembali dalam Siraman Rohani Penyejuk Jiwa Agama Hindu, semoga selamat damai sejahtera atas asung kertha waranugraha Sanghyang Widhi, Tuhan Yang Maha Kuasa. Pada kesempatan yang berbahagia ini, akan kita bahas sebuah tema tentang “Catur Paramita”.
Catur Paramita merupakan ajaran susila agama Hindu tentang budi pakerti yang luhur. Marilah kita buka lembar demi lembar helai demi helai pola perilaku kita agar semakin sadar akan hakekat dan makna hidup kita masing-masing. Tujuan hidup kita adalah untuk mencapai Jagadhita, yaitu; kedamaian di dunia dan Moksartham, yaitu; kedamaian di akhirat ‘moksa’. Hal ini sesuai dengan tujuan agama Hindu; “Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dhama”. Dalam mencapai tujuan inilah mari kita kembangkan budi pakerti yang luhur dengan landasan susila agama yang salah satunya dengan melaksanakan ajaran Catur Paramita.
Dalam Kitab Suci Sarasamuscaya Sloka 22, disebutkan: kantaravanadurggesu krcchesvapatsu sambhrame, udyatesu ca sastresu nasti dharmmavatam bhayam. Lawan ta waneh, ring helet, ring alas, ring pringga, ring laya, salwirning duhkha hetu, ri paperangan kuneng, tar teka juga ikang bhaya, ri sang dharmika, apanikang subhakarma rumaksa sira. Artinya; Lagi pula meski di semak-semak, di hutan, di jurang, ditempat-tempat yang berbahaya, disegala tempat yang dapat menimbulkan kesusahan, baik di dalam peperangan sekalipun tidak akan timbul bahaya menimpa orang yang senantiasa melaksanakan dharma, karena perbuatan baiknya itulah yang melindungi.
Demikian agung laksana dharma dengan perbuatan baik, dalam situasi apapun, dalam bahaya apapun dan sesusah apapun tidak akan timbul bahaya menimpa orang yang senantiasa melaksanakan dharma, karena budi pakerti luhurnya selalu melindungi dan membentengi dirinya. Oleh karenanya marilah kita simak baik-baik dan laksanakan ajaran Catur Paramita dengan mengembangkan sikap perilaku yang berbudi luhur agar hidup kita tentram damai sentosa tidak kurang suatu apapun.
Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu: 1) Maitri, artinya lemah lembut yang merupakan bagian budhi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk; 2) Karuna, artinya belas kasihan atau kasih sayang yang merupakan bentuk budhi luhur yang menghendaki terhapusnya penderitaan segala makhluk; 3) Mudita, artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain; 4) Upeksa, artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain.
Catur Paramita adalah tuntunan susila yang membawa manusia kearah kemuliaan. Berbuat baik kepada orang lain adalah penting. Kita ingin hidup senang, orang lainpun ingin hidup senang. Sesuai dengan ajaran Tat Twam Asi. Mereka ingin tenang dan bahagia seperti kita. Mereka ingin tenang, senang dan bahagia. Paramita adalah ajaran yang mengajarkan kehidupan yang sempurna, mendidik kita untuk berbuat baik. Kita harus menjalankannya, kita harus mengusahakannya, untuk itu kita harus mempelajarinya. Kita harus benar-benar yakin dan pandai-pandai melakukannya. Kita harus bijaksana, Paramita harus diikuti dengan kebijaksanaan, “Prajna Paramita“ namanya. Catur Paramita merupakan ajaran moral dan keimanan yang sangat penting, karena itu peganglah ajaran itu baik-baik.
Maitri adalah sifat dan sikap lemah lembut, selalu berusaha untuk kebahagiaan semua makhluk. Kita semua berasal dari asal yang sama. Kita dijadikan oleh satu Tuhan yang sama. Jadi kita, mereka atau siapa saja adalah bersaudara, “Wasudewa Kutumbakham”. Orang yang bersaudara harus hidup rukun, saling kasih-mengasihi. Maitri mengajarkan agar kita melihat bahwa semua makhluk seperti keluarga. Keluarga besar dalam persaudaraan penuh kasih sayang. Kita harus dapat menumbuhkan sikap rasa persamaan sebagai satu keluarga besar. Kesedihan orang lain adalah kesedihan kita sendiri. Maitri sebagai pedoman yang dapat mempersatukan diri dalam suka dan duka. Kita tidak boleh mau menang sendiri, tidak boleh saling membenci. Kita harus bisa hidup bersama dalam ketenangan. Bagai bulan purnama, lemah lembut, tenang berwibawa penuh kasih sayang. Kasih sayang dalam kerukunan dan saling tolong menolong. Berbuat baik kepada sesame mkhluk Tuhan.
Karuna adalah belaskasihan atau kasih sayang yang menghendaki terhapusnya penderitaan segala makhluk. Rasa kasihan timbul karena hati kita ikut merasakan penderitaan orang lain. Rasa belas kasih terjadi karena tidak sampai hati melihat orang lain susah. Pepatah mengatakan; “senang melihat orang senang, susah mulihat orang susah”. Bukan sebaliknya; “senang melihat orang susah, susah melihat orang senang”. Rasa belaskasihan tidak sampai hati melihat penderitaan orang lain. Rasa tidak sampai hati adalah rasa welas asih pada diri manusia. Seorang yang benar-benar menjalankan karuna, tidak segan-segan menolong dalam kesusahan dan penderitaan. “Ksayan ikang papa nahan prayojana” artinya lenyapnya penderitaan semua makhluk, itulah hendaknya menjadi tujuan hidup kita. Karuna adalah sifat belas kasih yang ada pada diri manusia kepada orang yang menderita. Dalam cerita Ramayana, burung Jatayu datang menolong Sita dari cengkeraman Rahwana. Mereka berperang tanpa memikirkan keselamatan dirinya. Jatayu berusaha menolong Dewi Sita. Hati orang karuna lembut dan halus, tidak kejam dan pemaaf.
Menyenangkan orang lain, “agawe sukaning len”, selalu berusaha membuat senangnya hati orang lain adalah Mudita. Ikut merasa bahagia atas kebahagiaan orang lain. Ikut berduka cita kalau orang sedang kesusahan dan ikut bersenang hati kalau mereka sedang berbahagia adalah seorang Mudita. Sikap demikian adalah sikap solidaritas, simpati dan setia kawan. Menolong orang lain keluar dari kesusahan. Salah satu cerita, kesetiaan Anoman mengabdi kepada Sri Rama. Pengabdian Anoman benar-benar menyenangkan hati Sri Rama. Pelayanannya tulus tanpa mengharap imbalan. Demikian pelayanan demi menyenangkan orang lain tanpa mengharapkan balas jasa. Anoman contoh seorang Mudita sejati.
Suka menghargai orang lain, hidup saling harga menghargai adalah Upeksa. Kita sering bertengkar dan bermusuhan karena orang lain mencampuri urusan kita. Upeksa mengajarkan kita tidak boleh mencampuri urusan orang lain. Mencari-cari kesalahan orang lain juga tidak baik. Orang yang suka mencari kesalahan orang lain tidak disenangi oleh orang banyak. Pribahasa mengatakan, “Kuman di seberang laut tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak”. Artinya kejelekan orang lain betapapun kecilnya dilihat tetapi kejelekan diri sendiri betapapun besarnya tak dapat dilihat. Jangan mencari kesalahan orang lain, jangan menjelekkan orang lain. Jangan banyak ngobrol yang tak ada manfaatnya. Semua sifat ini bukanlah sifat dan sikap budi luhur.
Umat sedharma yang berbahagia, demikianlah pembicaraan kita tentang empat bentuk budi luhur yang disebut Catur Paramita. Marilah embangkan sifat dan sikap luhur kita agar hidup kita menjadi tenteram dan damai; Om Santi Santi Santi Om;

Share

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Solverwp- WordPress Theme and Plugin